Yang dimaksud dengan “mengikuti imam” atau mutâba’atul imâm dalam pembahasan ini adalah mengikuti gerakan-gerakan imam shalat, dengan tanpa mendahuluinya, atau membarenginya, atau telat dalam mengikutinya. Dari definisi ini kita bisa membagi makmum dalam mutâba’tul imam menjadi empat keadaan yaitu:
- Mengikuti gerakan imam dengan segera,
- Mendahului gerakan imam,
- Membarengi gerakannya, dan
- Terlalu terlambat dalam mengikuti gerakan imam.
Mutâba’tul imam secara umum hukumnya wajib, sebagaimana diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا
Sesungguhnya imam dijadikan agar diikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya! Apabila ia sudah bertakbir, maka bertakbirlah kalian…“.[1]
Dalam hadits ini, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk mengikuti atau mengiringi gerakan imam, dan perintah dalam nash syariat pada asalnya menunjukkan arti wajib. Dengan ini, diketahui bahwa mengikuti gerakan imam itu hukumnya wajib.
Wajibnya mengikuti imam juga ditunjukkan oleh adanya larangan dan ancaman bagi mereka yang mendahului gerakan imam, sebagaimana telah disabdakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَيُّهَا النَّاسُ، إِنِّي إِمَامُكُمْ، فَلَا تَسْبِقُونِي بِالرُّكُوعِ وَلَا بِالسُّجُودِ، وَلَا بِالْقِيَامِ، وَلَا بِالِانْصِرَافِ!
“Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah imam kalian, maka janganlah kalian mendahuluiku dengan rukuk, sujud, berdiri, dan salam!”.[2]
Syaikh Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Bahkan seandainya ada yang mengatakan bahwa perbuatan ‘mendahului imam’ itu termasuk dosa besar, maka pendapat itu tidak jauh (dari kebenaran), karena sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ أَوْ لَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ
Tidak takutkah orang mengangkat kepalanya sebelum imam, Allâh ubah kepalanya menjadi kepala keledai ?! atau Allâh ubah bentuknya menjadi bentuk keledai ?[3]
Ini merupakan ancaman, dan ancaman termasuk tanda-tanda dosa besar”.[4] Disampaing akibat buruk di atas, mendahului imam juga dapat membatalkan shalat makmum bila disengaja, karena adanya larangan dalam hal ini. Dan pada asalnya, suatu larangan dalam nash syariat menunjukkan rusaknya sesuatu yang terlarang tersebut. Adapun bila tidak disengaja, maka shalatnya tetap sah, namun ia harus kembali ke posisi sebelumnya untuk mengikuti imamnya.
Mutaba’atul imam yang sempurna adalah dengan mengikuti atau mengiringi gerakan imam, segera setelah imam selesai melakukan gerakannya. Misalnya ketika kita akan ruku’, maka hendaknya kita menunggu hingga imam sudah dalam keadaan ruku’ dengan sempurna, setelah itu makmum bersegera melakukan ruku’. Begitu pula gerakan-gerakan shalat lainnya, seperti sujud, duduk diantara dua sujud, bangkit dari duduk dan lain sebagainya. Hal ini telah ditegaskan dalam banyak hadits, diantaranya:
فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا، وَلَا تُكَبِّرُوا حَتَّى يُكَبِّرَ، وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَلَا تَرْكَعُوا حَتَّى يَرْكَعَ… وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَلَا تَسْجُدُوا حَتَّى يَسْجُدَ.
Jika imam telah bertakbir, maka bertakbirlah kalian, dan janganlah kalian bertakbir hingga ia bertakbir ! Jika imam telah ruku’, maka ruku’lah kalian, dan janganlah kalian ruku’ sehingga imam melakukan ruku’ ! … Dan jika ia telah sujud maka sujudlah kalian, dan janganlah kalian sujud sehingga ia bersujud !”[5]
Barâ’ bin ‘Âzib mengatakan, “Jika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan ‘sami’allâhu liman hamidah’, kami masih tetap berdiri hingga kami melihat beliau benar-benar telah meletakkan wajahnya di tanah, baru kemudian kami mengikutinya.”[6]
Dalam redaksi lain dikatakan, “Sungguh dahulu mereka (para sahabat) shalat di belakang Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka apabila beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengangkat kepalanya dari rukuk, aku tidak melihat seorangpun membungkukkan dadanya, sehingga Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan dahinya ke tanah, kemudian barulah orang-orang yang di belakang beliau bersujud.”[7]
Adapun membarengi imam, maka mayoritas Ulama memakruhkannya, kecuali dalam takbîratul ihrâm, maka itu dapat membatalkan shalat makmum, sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi rahimahulah , “Jika seorang makmum melakukan takbîratul ihrâm sebelum imamnya atau bersamaan dengan imam, maka shalatnya tidak sah, karena si makmum menggantungkan atau mengikatkan shalatnya dengan shalat imam sebelum shalat imam tersebut dimulai, sehingga shalatnya makmum menjadi tidak sah”.[8]
Sedangkan telat dalam mengikuti imam, maka hukumnya berbeda sesuai dengan keadaan orang makmum:
Pertama, bila makmum mempunyai udzur, seperti usianya lanjut, atau sakit, atau udzur lainnya, maka shalatnya tetap sah, tetapi ia harus melakukan semua rukun shalat tersebut, walaupun terlambat sampai dua rukun atau lebih. Namun bila terlambatnya sampai satu rakaat penuh, maka ia harus mengikuti imamnya pada rakaat berikutnya dan harus menambah satu rakaat setelah imamnya salam; yaitu untuk mengganti rakaat yang tertinggal karena udzur tersebut.
Kedua, bila si makmum tidak memiliki udzur dan disengaja, sedangkan terlambatnya tidak sampai satu rukun, maka hukumnya makruh. Tetapi, bila terlambatnya sampai satu rukun atau lebih, maka shalatnya batal, sebagaimana bila ia mendahului imam dengan sengaja. Wallâhu a’lam.[9]
Selanjutnya, apakah perintah mengikuti imam itu juga mencakup semua tindakan dan bacaan hingga sifat-sifat detailnya ? Misalnya:
- Saat berdiri, ketika imam meletakkan tangan di bawah pusar, bukan di atas dada, apakah makmum juga diperintahkan untuk melakukan hal yang sama?
- Saat i’tidâl, ketika imam menyedekapkan tangannya, apakah bagi makmum yang -misalnya- berpendapat lebih afdhal menjulurkan tangannya, dianjurkan untuk mengikuti imam dalam bersedekap?
- Saat duduk tasyahud awal, ketika imam duduk dengan cara tawarruk, bukan dengan iftirasy, apakah makmum juga diperintahkan untuk duduk dengan cara yang sama, dan seterusnya…?
Untuk menjawab beberapa pertanyaan di atas, maka perlu merujuk kembali kepada hadits yang berkaitan dengan perintah mengikuti imam.
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا، وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا، وَإِذَا قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، فَقُولُوا: اللهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ، وَإِذَاصَلَّى قَائِمًا، فَصَلُّوا قِيَامًا وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا، فَصَلُّوا قُعُودًا أَجْمَعُونَ
Sesungguhnya imam dijadikan agar diikuti, maka jika ia sudah bertakbir, maka bertakbirlah kalian. Jika ia sudah rukuk, maka rukuklah kalian. Jika ia sudah mengucapkan “sami’allâhu liman hamidah”, maka ucapkanlah “Rabbana lakal hamdu”. Jika ia shalat dengan berdiri, maka shalatlah kalian dengan berdiri. Dan jika ia shalat dengan duduk, maka shalatlah kalian dengan duduk semuanya.[10]
Dengan memperhatikan hadits ini, menunjukkan bahwasanya perintah mengikuti imam hanya pada hal-hal yang global saja, seperti takbîr, rukû’, berdiri dan duduk. Adapun sifat detail dari setiap gerakan dan ucapan imam, maka tidak disinggung dalam hadits tersebut, sehingga hal ini mengandung isyarat bahwa kita tidak diperintahkan mengikuti setiap detail gerakan dan ucapan imam. Bila hal itu diperintahkan, tentu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menyinggungnya dalam hadits ini, karena tidak bolehnya menunda penjelasan suatu hukum saat hukum tersebut dibutuhkan.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Adapun makna sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘sesungguhnya imam dijadikan agar diikuti,’ menurut Imam Syâfi’i rahimahullah dan sekelompok Ulama, ialah dalam perbuatan-perbuatan yang jelas terlihat.”[11]
Dan lagi, memasukkan sifat detail setiap gerakan dan ucapan dalam perintah mengikuti imam akan sangat memberatkan makmum. Tentunya syari’at tidak menginginkan hal itu, wallâhu a’lam.[12]
Oleh: Ustadz Musyaffa Ad-Dariny.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XVII/1435H/2013M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Comments
Post a Comment