Kitab Shalat: Keutamaan Shalat Malam

Keutamaan Shalat Malam

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Wa Ba’du. Sesungguhnya di antara amal ibadah yang paling afdhal dan ketaatan yang paling mulia yang dianjurkan oleh syara’ adalah  qiamullail, dia adalah kebiasaan orang-orang yang shaleh, perniagaan orang-orang yang beriman, pada saat malam hari orang-orang yang beriman berkhulwah dengan Rabb mereka, mengadukan keadaan mereka kepadaNya,  serta mereka memohon dari karuniaNya.

Mereka tenggelam dalam bermunajat kepada Tuhan mereka, dengan penuh rasa harap dan merendah kepada Tuhan yang menganugrahkan segala kebaikan, pemberian dan anugrah yang agung, Allah, Tuhan Yang Maha Suci. Firman Allah Ta’ala:

تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّا أُخْفِيَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang kami berikan. Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.
[QS. As-Sajdah/32: 16-17]

Allah telah menyebut mereka dengan sebutan yang paling baik. Allah berfirman:

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَٰلِكَ مُحْسِنِينَ كَانُوا قَلِيلًا مِّنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air, 16.  Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan.  Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.
[QS. Adz-Dzariyat/51: 15-18]

Al-Hasan berakta: Bersungguh-sunnguhlah (untuk beribadah) pada waktu malam dan perpanjanglah shalat kalian sehingga waktu menjelang pagi, kemudian duduklah untuk berdo’a, merendahkan diri (dihadapan Allah) dan beristigfar.[1] Firman Allah Ta’ala:

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
[QS. Az-Zumar/39: 9]

Dari Abu Umamah Al-Bahily Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ، وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ

Hendaklah kalian bagnun malam, sebab dia adalah kebiasaan orang-orang yang shaleh sebelum kalian, dia mendekatkan kalian kepada Tuhan kalian, menghapuskan keburukan dan mencegah perbuatan dosa.[2]

DarI Abi Malik  Al-Asya’ri Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ غُرَفًا يُرَى ظَاهِرُهَا مِنْ بَاطِنِهَا ، وَبَاطِنُهَا مِنْ ظَاهِرُهَا ، أَعَدَّهَا اللَّهُ لِمَنْ أَطْعَمَ الطَّعَامَ ، وَأَفْشَى السَّلامَ ، وَصَلَّى بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ

Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat sebuah kamar di mana yang luar tanpak terlihat dari arah dalam dan yang dalampun tanpak terlihat dari arah luar, Allah menyediakannya  bagi orang yang memberikan makan kepada orang yang  membUtuhkannya, menyebarkan salam dan shalat pada waktu malam saat manusia tenggelam dalam tidur mereka“.[3]

Dari Sahl bin Sa’d Radhiyallahu anhu berkata:

جَاءَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ . وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مَفَارِقُهُ،  واعلم أن شَرَفُ الْمُؤْمِنِ قِيَامُ اللَّيْلِ وَعِزُّهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ

Jibril  Alaihissallam datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: Wahai Muhammad hiduplah sekehendakmu sebab kamu pasti akan mati, berbuatlah sekehendakmu sebab kamu akan diberikan balasan dengannya, cintailah siapapun yang engkau kehendaki sebab engkau pasti meninggalkannya, dan kethuilah bahwa ketinggian derajat seorang mu’min ada pada bangun malam dan kemuliaannya terletak pada ketidakubtuhannya terhadap manusia.[4]

Seorang penyair berkata tentang kaumnya yang bersungguh-sungguh di dalam taat kepada Allah:

"Apabila malam telah menjadi gelap gulita maka mereka bekerja keras padanya. Sehingga pagipun datang menyingsing  namun mereka tetap dalam keadaan ruku’. Ketakutan (akan hari akhir) menghilangkan tidur dari mereka lalu mereka bangkit. Sementara yang merasa aman (akan hari akhir) di dunia ini tenggelam dalam tidur. Terdengar dari mereka di dalam kegelapan malam pada saat tenggelam dalam sujud Rintihan tangis yang darinya akan hilang kegundahan."

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan NabiNya untuk bagun malam dan menganjurkan untuk mengerjakannya. Firman Allah Ta’ala:

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا نِّصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا

Hai orang yang berselimut (Muhammad).  Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari kecuali sedikit (daripadanya).  (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.   Atau lebih dari seperdua itu. dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.
[QS. Al-Muzammil/73: 1-4]

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا

Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji. [Al-Isro/17: 79]

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima dan menjalankan petunjuk rabbani yang mulia ini. Aisyah Radhiyallahu anha berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إِذَا صَلَّى قَامَ حَتَّى تَفَطَّرَ رِجْلاَهُ، قَالَتْ عَائِشَةُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَصْنَعُ هَذَا وَقَدْ غُفِرَ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ؟ فَقَالَ: « يَا عَائِشَةُ أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا»

Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat malam maka beliaupun bangun sehingga kedua kaki beliau membengkak, Aisyah berkata: Apakah engkau melakukan hal ini padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lampau dan yang akan datang. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Wahai Aisyah, tidakkah lebih bagiku menjadi hamba yang pandai bersyukur?.[5]

Hudzaifah Radhiyallahu anhu berkata:

صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ لَيْلَةٍ فَافْتَتَحَ الْبَقَرَةَ فَقُلْتُ يَرْكَعُ عِنْدَ الْمِائَةِ. ثُمَّ مَضَى فَقُلْتُ يُصَلِّى بِهَا فِى رَكْعَةٍ فَمَضَى، فَقُلْتُ يَرْكَعُ بِهَا. ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا ثُمَّ افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ فَقَرَأَهَا، يَقْرَأُ مُتَرَسِّلاً إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيهَا تَسْبِيحٌ سَبَّحَ، وَإِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ، وَإِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ.

Pada suatu malam aku shalat bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau memulai bacaannya dengan membaca surat Al-Baqarah. Aku berkata kepada  diriku: Dia akan ruku’ pada ayat ke seratus, namun beliau tetap  melanjutkan bacaannya. Maka aku berkata kembali pada diriku: Beliau akan menghabiskan satu rekaat dengan surat Al-Baqarah. Namun beliau tetap melanjutkan bacaannya, kemudian aku berkata: dia akan ruku’ bersamaan dengan habisnya surat tersebut, kemudian beliau mulai membaca surat Al-Nisa’ dan membacanya sehingga habis, kemudian membaca surat Ali Imron dan membacanya secara pelan-pelan, apabila membaca ayat yang terdapat tasbih maka beliau bertasbih dan apabila melewati ayat yang terdapat perintah untuk  memohon kepada Allah maka beliaupun memohon kepada Allah dan apabila melewati ayat yang memerintahkan untuk memohon perlindungan maka beliaupun memohon perlindungan kepada Allah.[6]

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan dan menganjurkan para shahabatnya untuk bagun malam dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang Abdullah bin Umar:

نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللهِ لَوْ كَانَ يُصَلِّي بِاللَّيْلِ قَالَ سَالِمٌ: فَكَانَ عَبْدُ اللهِ لَا يَنَامُ مِنْ اللَّيْلِ إِلَّا قَلِيلًا.

Sebaik-baik lelaki adalah Abdullah jika dia mendirikan shalat dari waktu malamnya“. Salim bin Abdullah bin Umar berkata:  Maka Abdullah bin Umar setelah itu tidak tidur malam kecuali sedikit sekali“.[7]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan umatnya untuk bangun malam dan beliau bersabda:

أَفْضَلُ الصَّلاةِ بَـعْدَ الفَرِيْضَة، صَلاَةُ اللَّيْلِ

Shalat yang paling afdhal setelah shalat malam adalah shalat malam“.[8]

Dari Abdullah bin Amr bin Ash Radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَامَ بِعَشْرِ آيَاتٍ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الْغَافِلِيْن ، وَمَنْ قَامَ بِمِائَةِ آيَةٍ كُتِبَ مِنَ الْقَانِتِيْن ، وَمَنْ قَامَ بِأَلْفِ آيَةٍ كُتِبَ مِنَ الْمُقَنْطِرِيْن

Barangsiapa yang shalat malam dengan membaca sepuluh ayat maka dia tidak tercatat sebagai orang yang lalai, dan barangsiapa yang bangun untuk shalat malam dengan membaca seratus ayat maka dia ditulis termasuk orang-orang yang tunduk, dan barangsiapa yang bangun malam untuk beribadah dan membaca seribu ayat maka dia ditulis termasuk orang-orang bersungguh-sungguh (dalam beribadah) “.[9]

Dan waktu shalat malam adalah sejak  selesai shalat isya’ sampai azan fajar. Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صَلاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

Shalat malam itu dua rekaat dua rekaat dan jika salah seorang di antara kalian merasa khawatir akan datangnya waktu subuh maka hendaklah dia shalat satu rekaat sebagai shalat witir baginya terhadap rekaat-rekaat yang telah dikerjakannya“.[10]

Dari Jabir Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ خَافَ أَنْ لا يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ أَوَّلَهُ، وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَهُ فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ، فَإِنَّ صَلاةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ

Barangsiapa yang khawatir bahwa dirinya tidak bangn pada waktu malam hari maka hendaklah dia menunaikan shalat witir pada waktu awal malam dan barangsiapa yang berharap akan bangun pada akhir malam maka hendaklah dia menerjakan shalat witir pada waktu akhir malam, dan shalat akhir malam disaksikan dan hal itu lebih baik“.[11]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«يَنْزِلُ رَبُّنَا تَـبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَـقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَـجِيبَ لَـهُ؟ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَـهُ؟، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَـهُ؟»

Tuhan kita yang Maha Tinggi turun pada setiap malamnya menuju ke langit dunia ketika sepertiga akhir  dari malam masih menyisa, dan Dia berkata: Siapakah orang yang memohon kepadaKu maka Aku akan mengabulkan permohonannya dan barangiapa yang meminta kepadaku maka Aku akan memberikan permintaannya dan barangsiapa yang memohon ampun kepadaKu maka Aku akan memberikan ampunan baginya.[12]

Umar bin Al-Khattab Radhiyallahu anhu berkata : “Kalaulah bukan karena tiga hal maka aku tidak senang dengan kehidupan ini, yaitu berperang di jalan Allah, beribadah dengan bersungguh sunggh pada waktu malam dan duduk bersama kaum yang memilih perkataan yang baik sebagaimana dia memilih korma yang baik”.[13]

Di antara kiat yang bisa membantu seseorang agar dia bisa bangun malam adalah mensegerakan tidur pada waktu malam dan bergadang adalah bencana yang telah menimpa masyarakat pada zaman ini, terlebih hal itu terjadi bukan dalam rangka menjalankan ketaatan seperti yang terjadi pada sebagian masyarakat kita, baik untuk menonton parabola, mengikuti acara televisi, main remi atau bergabung dalam majlis obrolan yang dipenuhi dengan omong kosong atau majlis yang  lainnya.

Oleh karena itulah sebabnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci kebiasaan tidur sebelum isya’ dan mengobrol setalah isya’.

Syekh Utsaimin rahimhullah berkata: Dan shalat malam pada bulan ramadhan memiliki keutamaan dan keistimewaan yang besar dibanding dengan bulan yang lain. Dari Abi Hurairah Radhiyallahu anhua berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَـهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِـهِ

Barangsiapa yang bangun beribadah pada bulan ramadhan karena dorongan keimanan dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.[14]

Bangun untuk ramadhan tersebut mencakup shalat yang dikerjakan sejak awal malam sehingga akhir malamnya, maka shalat tarawih teramsuk qiyam ramadhan, maka wajib untuk memperhtikannya dan dikerjakan dalam rangka mengharap pahala dan balasan dari Allah, dia tidaklah kecuali beberapa malam saja dan seharusnya dimanfaatkan oleh seorang mu’min yang berakal sebelum waktunya terlewatkan”.[15]

Hendaklah bagi seorang muslim untuk bergegas untuk mendirikan shalat bersama imam sehingga sang imam bubar. Dari Abi Dzar Al-Giffari Radhiyallahu anhu berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامَ لَيْلَةٍ

Sesungguhnya barangsiapa yang shalat bersama imam sehingga imam itu selesai maka akan dituliskan baginya pahala shalat semalam suntuk.[16]

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad dan kepada seluruh keluarga dan shahabatnya.


Oleh: Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi.
[Disalin dari: فضل قيام الليل Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2009 – 1430]


Footnote:
  1. Mukhtashar qiyamullail, AL-Marawazi hal. 96.
  2. Sunan Turmidzi: 5/553 no: 3549. Abu Isa Al-Tirmidzi berkata: hadits ini adalah hadits yang lebih shahih dari hadits Abi Idris dari Bilal dan dishahihkan oleh Albani di dalam shahih Tirmidzi 3/178 no: 3801.
  3. Shahih Ibnu Hibban: 1/363 no: 509.
  4. Mu’jamu Thabranil ausath 4/306 no: 4278 dan Al-Mundziri di dalam kitabnya: Al-Targib  wat Tarhib: 1/485 dengan sanad yang hasan.
  5. Shahihl Bukhari: 1/352 no: 1130.
  6. Shahih Muslim: 4/537 no: 773.
  7. Shaihul Bukhari: 1/350 no: 1121, shahih Mslim: 4/1927 no: 2478.
  8. Bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya: 2/821 no: 1163 dari hadits Abi Hurairah Radhiyallahu anhu.
  9. Sunan Abi Dawd: 2/57 no: 1398.
  10. HR. Bukhari: 1/353 no: 1137 dan Muslim: 1/516 no: 749.
  11. HR. Muslim 1/520 no: 755
  12. HR. Bukhari: 1/356 no: 1145, shahih Muslim 1/523.
  13. Mukhtashar qiyamullail, Al-Marwazi, halaman: 62.
  14. Shahihul Bukhari: 2/60 no: 2009 dan shahih Muslim: 1/523 no: 709.
  15. Majalis syahru Ramadahan: Hal: 18.
  16. Bagian dari Hadits riwayat Turmidzi di dalam sunannya: 3/169 no: 806 dan Al-Turmudzi berjkata: Hadits hasan shahih.

Comments

Popular posts from this blog

Fidyah: Pengertian, Hukum, dan Ketetuannya Di Dalam Puasa
Allah telah menurunkan kewajiban puasa kepada NabiNya yang mulia pada tahun kedua Hijriyah. Puasa pertama kali diwajibkan dengan takhyir (bersifat pilihan). Barangsiapa yang mau, maka dia berpuasa. Dan barangsiapa yang berkehendak, maka dia tidak berpuasa, akan tetapi dia membayar fidyah. Kemudian hukum tersebut dihapus, dan bagi seluruh orang beriman yang menjumpai bulan Ramadhan diperintahkan untuk berpuasa. Pada zaman sekarang ini, ada sebagian orang yang beranggapan, bahwa seseorang boleh tidak berpuasa meskipun sama sekali tidak ada udzur, asalkan dia mengganti dengan membayar fidyah. Jelas hal ini tidak dibenarkan dalam agama kita.
Kunci Rezeki dan Sebab Datangnya
Rezeki adalah anugerah dari Allah yang senantiasa dicari oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tidak semua orang memahami bahwa rezeki tidak hanya datang melalui usaha fisik semata, melainkan juga dipengaruhi oleh amalan dan sikap hati yang benar. Dalam ajaran Islam, terdapat kunci-kunci yang dapat membuka pintu rezeki serta sebab-sebab yang mendatangkannya. Faktor-faktor ini meliputi hubungan yang erat dengan Allah melalui ibadah, istighfar, dan doa, serta tindakan menjauhi maksiat dan menjaga ketakwaan. Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang kunci-kunci rezeki tersebut serta hikmah di balik sebab-sebab datangnya rezeki yang penuh berkah.
Jual Beli Yang Diharamkan
Dalam ajaran Islam, prinsip jual beli tidak hanya dilandasi oleh keuntungan materi, tetapi juga mempertimbangkan etika dan moralitas. Ada berbagai bentuk jual beli yang dinilai tidak sesuai dengan hukum syariah karena melibatkan kecurangan, ketidakadilan, atau pelanggaran terhadap aturan agama. Praktik-praktik seperti riba, penipuan, judi, serta penjualan barang haram seperti khamar dan babi, semuanya dilarang karena berdampak negatif pada individu maupun masyarakat. Larangan ini bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil, transparan, dan penuh berkah, sehingga hubungan antara penjual dan pembeli dapat berjalan dengan harmonis sesuai nilai-nilai Islam.
Riba: Pengertian dan Dampak Terhadap Masyarakat dan Ekonomi
Pendahuluan Riba adalah konsep dalam Islam yang melarang pengambilan bunga atau keuntungan berlebihan dari pinjaman atau transaksi keuangan. Dalam Islam, riba dianggap tidak adil dan merugikan pihak yang berhutang. Oleh karena itu, sistem keuangan syariah dikembangkan untuk menawarkan alternatif yang lebih adil dan etis.
Kitab Shalat: Tata Cara Makmum Mengikuti Imam
Shalat berjamaah merupakan syiar Islam yang sangat agung, dan diwajibkan secara khusus bagi laki-laki Muslim yang terkena kewajiban melaksanakan shalat. Dengan adanya kewajiban shalat berjamaah ini, ajaran Islam terlihat lebih hidup dan eksis, kerukunan umat Islam lebih mudah tercipta dan tampak indah, bisa saling ta’awun dalam kebaikan dan ketakwaan. Sehingga tepatlah, jika syariat memberikan banyak pahala bagi mereka yang menghidupkan syiar ini, di samping memberikan ancaman berat bagi yang meninggalkannya. Karena pentingnya syiar ini, menjadi penting pula mempelajari masalah-masalah yang berhubungan dengannya.
QA: Fidyah Tidak Bisa Ditunaikan Dalam Bentuk Uang
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkan shaum Ramadhan atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat wajib puasa. Namun pada golongan tertentu, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah memberikan keringanan (rukshah) untuk boleh tidak berpuasa dan mewajibkan qadha atas mereka pada waktu lain ataupun membayar fidyah. Fidyah bagi wanita hamil dan menyusui dapat berupa pemberian makanan kepada orang miskin sesuai dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Adanya keringanan ini menunjukkan kasih sayang dan keadilan dalam ajaran Islam, yang memperhatikan kondisi individu dan memberikan solusi yang tepat bagi mereka yang memiliki keterbatasan.