QA: Siapa Orang Miskin yang (Berhak) Diberi Fidyah?

Siapa Orang Miskin yang (Berhak) Diberi Fidyah?

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkan shaum Ramadhan atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat wajib puasa. Namun pada golongan tertentu, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah memberikan keringanan (rukshah) untuk boleh tidak berpuasa dan mewajibkan qadha atas mereka pada waktu lain ataupun membayar fidyah. Fidyah bagi wanita hamil dan menyusui dapat berupa pemberian makanan kepada orang miskin sesuai dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Adanya keringanan ini menunjukkan kasih sayang dan keadilan dalam ajaran Islam, yang memperhatikan kondisi individu dan memberikan solusi yang tepat bagi mereka yang memiliki keterbatasan.

Pertanyaan:

Allah Berfirman ( ففدية طعام مسكين )  Dan Fidayah makanan untuk orang miskin. Apakah disyaratkan miskin (di ayat ini) balig dan taklif (terkena beban kewajiban)? Apakah kalau seseorang akan memberi makanan 30 orang miskin termasuk anak-anak orang miskin dan orang yang menjadi tanggungannya (termasuk dalam bilangannya)? Apakaah boleh mengganti makanan dengan diberikan uang? Bagaimana takaran makanan ini?

Jawaban:

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Azza wa Jall.

Pertama: Tidak diperkenankan seorangpun yang mampu berpuasa Ramadan, dan dia tidak mempunyai uzur syar’i untuk berbuka. Tidak setiap orang yang berbuka dengan keringanan agama (dibolehkan memberi) makan orang miskin pengganti sehari. Sesungguhnya memberi makanan untuk orang tua renta dan orang sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh. Allah berfirman:

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin”
[QS. Al-Baqarah/2: 184]

Ibnu Abbas Radhiallahu’anhuma mengatakan,

( هُوَ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْمَرْأَةُ الْكَبِيرَةُ لا يَسْتَطِيعَانِ أَنْ يَصُومَا فَيُطْعِمَانِ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا )

“Yaitu orang tua renta, nenek tua yang tidak mampu berpuasa, maka memberi makan penggantinya setiap hari satu orang miskin.”[HR. Bukhari, 4505]

Orang sakit yang tidak ada harapan sembuh, maka hukumnya seperti orang tua renta. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Orang sakit yang tidak ada harapan kesembuhan, dia boleh berbuka dan memberi makan untuk setiap hari satu orang miskin. Karena dia semakna dengan orang tua.” [Al-Mughni, 4/396].

Kedua: Tidak disyaratkan orang miskin ini harus balig, bahkan dapat diberikan kepada anak kecil yang mampu makan menurut kesepakatan seluruh imam. Yang mereka perselisihkan adalah diberikan kepada anak yang sedang menyusui. Mayoritas ulama membolehkannya (diantaranya Abu Hanifah, Syafii dan Ahmad). Karena dia miskin sehingga masuk keumuman ayat.

Yang Nampak dari Imam Ahmad rahimahullah bahwa tidak diberikan kepada anak yang menyusui. Karena beliau mengatakan, “Boleh diberikan kepada anak yang telah disapih. Dan ini pilihan Al-Muwafiq Ibnu Qudamah rahimahullah. Silahkan melihat ‘Al-Mugni, (13/508). Il-Inshof, (23/342). Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, (35/ 101-103).

Ketiga: Anak-anak orang miskin, istri dan keluarganya dimana yang harus dia nafkahi termasuk dalam bilangan ini. Dimana mereka tidak mendapatkan untuk mencukupinya. Dan tidak ada seorangpun yang menafkahi kecuali orang miskin ini. Oleh karena itu orang miskin ini diberi dari zakat mal untuk mencukupi dirinya dan keluarganya. Dalam ‘Ar-Raudhul Murbi’, 3/311’ dikatakan, “Diberikan kepada dua golongan – maksudnya para fakir dan miskin – untuk mencukupi secara sempurna keperluan keduanya dan keluarganya.”

Keempat: Adapun makanan apa dan berapa kadarnya, diberikan kepada orang miskin setengah sha’ (sekitar 1,5 kg) dari makanan negaranya. Baik berupa beras atau kurma atau semisal itu. Kalau diberikan kuah dan daging, maka itu lebih bagus lagi.

Telah diriwatkan oleh Bukhari –secara ta’liq dengan teks secara tegas dari Anas Radhiallahu’anhu bahwa ketika beliau tua dan lemah tidak mampu berpuasa, berbuka dan memberi makan untuk setiap harinya satu orang miskin roti dan daging.

Tidak diperkenankan membayar harga makanan dengan uang. Syekh Shalih Al-Fauzan hafidhahullah mengatakan, “Makanan tidak (dibolehkan) dibayar dengan uang sebagaimana yang telah saya sebutkan. Sesunguhnya makanan diberikan (dalam bentuk) makanan dari jenis makanan neagaranya. Dengan memberikan untuk setiap hari setengah sho’ dari makanan negaranya yang sedang. Setengah sho’ setara dengan 1,5 kg.

Maka anda harus memberikan makanan daerahnya dengan kadar yang telah saya sebutkan untuk setiap harinya. Dan jangan memberikan uang. Karena Allah subhanahu Wa Ta’ala telah menegaskan makanan dalam Firman-Nya:

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.”
[QS. Al-Baqarah/2: 184]

Al-Muntaqa Min Fatawa Syekh Sholeh Al-Fauzan, 3/140. Wallahua’lam.


Disalin dari: islamqa.info

Comments

Popular posts from this blog

Fidyah: Pengertian, Hukum, dan Ketetuannya Di Dalam Puasa
Allah telah menurunkan kewajiban puasa kepada NabiNya yang mulia pada tahun kedua Hijriyah. Puasa pertama kali diwajibkan dengan takhyir (bersifat pilihan). Barangsiapa yang mau, maka dia berpuasa. Dan barangsiapa yang berkehendak, maka dia tidak berpuasa, akan tetapi dia membayar fidyah. Kemudian hukum tersebut dihapus, dan bagi seluruh orang beriman yang menjumpai bulan Ramadhan diperintahkan untuk berpuasa. Pada zaman sekarang ini, ada sebagian orang yang beranggapan, bahwa seseorang boleh tidak berpuasa meskipun sama sekali tidak ada udzur, asalkan dia mengganti dengan membayar fidyah. Jelas hal ini tidak dibenarkan dalam agama kita.
Jual Beli Yang Diharamkan
Dalam ajaran Islam, prinsip jual beli tidak hanya dilandasi oleh keuntungan materi, tetapi juga mempertimbangkan etika dan moralitas. Ada berbagai bentuk jual beli yang dinilai tidak sesuai dengan hukum syariah karena melibatkan kecurangan, ketidakadilan, atau pelanggaran terhadap aturan agama. Praktik-praktik seperti riba, penipuan, judi, serta penjualan barang haram seperti khamar dan babi, semuanya dilarang karena berdampak negatif pada individu maupun masyarakat. Larangan ini bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil, transparan, dan penuh berkah, sehingga hubungan antara penjual dan pembeli dapat berjalan dengan harmonis sesuai nilai-nilai Islam.
Kitab Shalat: Kedudukan Shalat dalam Islam
Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Shalallhu’alaihi wa sallam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shalallhu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan -Nya. Amma Ba’du. Islam telah mengagungkan kedudukan shalat, menempatkannya dalam posisi yang mulia dan meninggikan derajatnya, dia adalah rukun Islam yang paling agung setelah dua kalimat syahadat.
Alasan Di Balik Bergesernya Perbankan Dunia Ke Syariah
LONDON (Berita SuaraMedia) – Peraturannya sederhana saja, tidak ada transaksi yang berkaitan dengan alkohol, pornografi, atau apapun yang merusak moral digabungkan dengan peniadaan bunga, maka itulah landasan dari sistem keuangan Islam, yang mampu tetap bertahan ditengah kian runtuhnya keadaan perekonomian dunia, sebaliknya, bank-bank Islam memiliki peluang untuk terus berkembang.
Kunci Rezeki dan Sebab Datangnya
Rezeki adalah anugerah dari Allah yang senantiasa dicari oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tidak semua orang memahami bahwa rezeki tidak hanya datang melalui usaha fisik semata, melainkan juga dipengaruhi oleh amalan dan sikap hati yang benar. Dalam ajaran Islam, terdapat kunci-kunci yang dapat membuka pintu rezeki serta sebab-sebab yang mendatangkannya. Faktor-faktor ini meliputi hubungan yang erat dengan Allah melalui ibadah, istighfar, dan doa, serta tindakan menjauhi maksiat dan menjaga ketakwaan. Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang kunci-kunci rezeki tersebut serta hikmah di balik sebab-sebab datangnya rezeki yang penuh berkah.
Kitab Shalat: Sujud Sahwi
Sujud Sahwi adalah salah satu bentuk ibadah dalam agama Islam yang dilakukan sebagai penutup kekurangan atau kesalahan yang tidak disengaja dalam pelaksanaan salat. Ibadah ini berupa dua kali sujud yang dilakukan setelah salam atau sebelumnya, tergantung pada kondisi tertentu. Allah mensyariatkan Sujud Sahwi sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada umat manusia, mengingat sifat lupa dan khilaf yang melekat pada diri manusia. Sujud ini membantu menyempurnakan salat dan menjaga kekhusyukan ibadah, sehingga setiap Muslim dapat menjalankan kewajiban agamanya dengan lebih sempurna dan diterima oleh Allah.