QA: Fidyah Bagi Orang yang Tidak Berpuasa Karena Tua Atau Sakit

Fidyah Bagi Orang yang Tidak Berpuasa Karena Tua Atau Sakit

Fidyah adalah ketentuan dalam Islam yang diperuntukkan bagi mereka yang tidak mampu menjalankan puasa karena alasan tertentu. Bagi wanita hamil dan menyusui, fidyah adalah salah satu cara untuk menggantikan puasa yang ditinggalkan. Pada dasarnya, wanita hamil dan menyusui yang tidak dapat berpuasa karena khawatir akan kesehatan diri dan bayi mereka, diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan menggantinya dengan membayar fidyah. Fidyah bagi wanita hamil dan menyusui dapat berupa pemberian makanan kepada orang miskin sesuai dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Adanya keringanan ini menunjukkan kasih sayang dan keadilan dalam ajaran Islam, yang memperhatikan kondisi individu dan memberikan solusi yang tepat bagi mereka yang memiliki keterbatasan.

Pertanyaan:

Orang tuaku berbuka sebulan penuh di bulan Ramadan karena tidak mampu berpuasa, disebabkan sudah tua umurnya dan sakit. Kemudian beliau wafat tanpa mengqadha puasa sebulan tersebut. Kemudian kami membayar kafarat dengan mengeluarkan uang untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Kemudian kami mendengar bahwa kafarat tidak sah kecuali berupa makanan. Apakah kami harus mengulangi lagi mengeluarkan kafarat, dan berapa kadarnya?

Jawaban:

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Azza wajala.

Pertama: Mayoritas ulama fiqih dari kalangan Malikiyah, Syafiiyyah dan Hanabilah berpendapat tidak sah mengeluarkan uang dalam fidyah puasa. Seharusnya mengeluarkan makanan berdasarkan Firman-Nya,

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar  fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” [Al-Baqarah/2: 184]

Ibnu Abbas Radhiallahu anhuma berkata,

هُوَ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْمَرْأَةُ الْكَبِيرَةُ لا يَسْتَطِيعَانِ أَنْ يَصُومَا فَيُطْعِمَانِ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا

“Ini berlaku bagi orang tua renta laki-laki dan perempu  yang keduanya tidak mampu berpuasa. Maka, sebagai pengganti sehari  (yang dia tidak berpuasa), dia harus memberi makan satu orang miskin.” [HR. Bukhari, no.  4505]

Telah dinyatakan dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/198:

“Selagi para dokter telah menvonis bahwa penyakit yang diderita membuatnya tidak mampu berpuasa dan tidak ada harapan sembuh. Maka anda harus memberi makanan satu orang miskin untuk sehari. Berupa setengah sha makanan pokok penduduk setempat, baik kurma atau lainnya, untuk menggantikan (puasa) bulan-bulan lalu dan bulan ke depan. Kalau anda memberi makan malam atau makan siang kepada orang miskin sebanyak hari yang menjadi beban kewajiban anda, maka hal itu sudah cukup. Adapun mengeluarkan uang tidak dianggap (sah).”

Maka, untuk orang  tua renta atau orang sakit yang tidak ada harapan sembuh, hendaknya dikeluarkan untuk sehari yang dia tidak berpuasa, makanan kepada satu orang miskin berupa setengah sha dari makanan penduduk setempat, baik kurma, beras atau semisal itu. Kira-kira setara dengan 1,5 kg.” (Lihat Fatawa Ramadan, hal. 545).

Dapat juga dikeluarkan langsung sekaligus di akhir bulan sebesar 45 Kg dari beras sebagai contoh. Kalau dia buat makanan dan mengundang orang miskin itu juga bagus sesuai dengan perbuatan Anas radhiallahu anhu.

Kedua:  Jika anda telah mengeluarkan uang berdasarkan pendapat orang yang memberi fatwa akan hal itu dari kalangan para ulama, maka anda tidak perlu mengulangi (mengeluarkan lagi). Kalau hal itu anda  lakukan berdasarkan pendapat sendiri, maka anda harus mengeluarkan lagi. Hal itu lebih hati-hati dan melepaskan tanggungan orang tua anda. Semoga Allah merahmati dan mengampuninya. Wallahu’alam.


Disalin dari: islamqa.info

Comments

Popular posts from this blog

Fidyah: Pengertian, Hukum, dan Ketetuannya Di Dalam Puasa
Allah telah menurunkan kewajiban puasa kepada NabiNya yang mulia pada tahun kedua Hijriyah. Puasa pertama kali diwajibkan dengan takhyir (bersifat pilihan). Barangsiapa yang mau, maka dia berpuasa. Dan barangsiapa yang berkehendak, maka dia tidak berpuasa, akan tetapi dia membayar fidyah. Kemudian hukum tersebut dihapus, dan bagi seluruh orang beriman yang menjumpai bulan Ramadhan diperintahkan untuk berpuasa. Pada zaman sekarang ini, ada sebagian orang yang beranggapan, bahwa seseorang boleh tidak berpuasa meskipun sama sekali tidak ada udzur, asalkan dia mengganti dengan membayar fidyah. Jelas hal ini tidak dibenarkan dalam agama kita.
Jual Beli Yang Diharamkan
Dalam ajaran Islam, prinsip jual beli tidak hanya dilandasi oleh keuntungan materi, tetapi juga mempertimbangkan etika dan moralitas. Ada berbagai bentuk jual beli yang dinilai tidak sesuai dengan hukum syariah karena melibatkan kecurangan, ketidakadilan, atau pelanggaran terhadap aturan agama. Praktik-praktik seperti riba, penipuan, judi, serta penjualan barang haram seperti khamar dan babi, semuanya dilarang karena berdampak negatif pada individu maupun masyarakat. Larangan ini bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil, transparan, dan penuh berkah, sehingga hubungan antara penjual dan pembeli dapat berjalan dengan harmonis sesuai nilai-nilai Islam.
Kitab Shalat: Kedudukan Shalat dalam Islam
Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Shalallhu’alaihi wa sallam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shalallhu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan -Nya. Amma Ba’du. Islam telah mengagungkan kedudukan shalat, menempatkannya dalam posisi yang mulia dan meninggikan derajatnya, dia adalah rukun Islam yang paling agung setelah dua kalimat syahadat.
Alasan Di Balik Bergesernya Perbankan Dunia Ke Syariah
LONDON (Berita SuaraMedia) – Peraturannya sederhana saja, tidak ada transaksi yang berkaitan dengan alkohol, pornografi, atau apapun yang merusak moral digabungkan dengan peniadaan bunga, maka itulah landasan dari sistem keuangan Islam, yang mampu tetap bertahan ditengah kian runtuhnya keadaan perekonomian dunia, sebaliknya, bank-bank Islam memiliki peluang untuk terus berkembang.
Kunci Rezeki dan Sebab Datangnya
Rezeki adalah anugerah dari Allah yang senantiasa dicari oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tidak semua orang memahami bahwa rezeki tidak hanya datang melalui usaha fisik semata, melainkan juga dipengaruhi oleh amalan dan sikap hati yang benar. Dalam ajaran Islam, terdapat kunci-kunci yang dapat membuka pintu rezeki serta sebab-sebab yang mendatangkannya. Faktor-faktor ini meliputi hubungan yang erat dengan Allah melalui ibadah, istighfar, dan doa, serta tindakan menjauhi maksiat dan menjaga ketakwaan. Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang kunci-kunci rezeki tersebut serta hikmah di balik sebab-sebab datangnya rezeki yang penuh berkah.
Kitab Shalat: Sujud Sahwi
Sujud Sahwi adalah salah satu bentuk ibadah dalam agama Islam yang dilakukan sebagai penutup kekurangan atau kesalahan yang tidak disengaja dalam pelaksanaan salat. Ibadah ini berupa dua kali sujud yang dilakukan setelah salam atau sebelumnya, tergantung pada kondisi tertentu. Allah mensyariatkan Sujud Sahwi sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada umat manusia, mengingat sifat lupa dan khilaf yang melekat pada diri manusia. Sujud ini membantu menyempurnakan salat dan menjaga kekhusyukan ibadah, sehingga setiap Muslim dapat menjalankan kewajiban agamanya dengan lebih sempurna dan diterima oleh Allah.