Dasar Islam Adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah

Dasar Islam Adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah

Pendahuluan

Islam bersumber kepada Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih menurut pemahaman Salafush Shalih[1]. Sedangkan yang dimaksud Salafus Shalih adalah para Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seorang muslim berkewajiban untuk mengikuti (ittiba’) kepada manhaj (metode) Salafush Shalih ini. Adapun dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah sebagai berikut:



Oleh: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3]


Footnote
  1. Lihat pembahasan ini pada buku saya, Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah (hal. 60-74), cet. II, Pustaka at-Taqwa, th. 2004 H.
  2. Tafsiirul Qayyim lil Ibnil Qayyim (hal. 14-15).
  3. Bashaa-iru Dzawi Syaraf bi Syarh Marwiyati Manhajis Salaf (hal. 54).
  4. Bashaa-iru Dzawi Syaraf bi Syarh Marwiyati Manhajis Salaf (hal. 43).
  5. Lihatlah kitab Limadza Ikhtartu Manhajas Salafy (hal. 86), oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly.
  6. Hadits shahih riwayat Ahmad (I/435, 465), ad-Darimi (I/67-68), al-Hakim (II/318), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 97) dan an-Nasa-i dalam Tafsiirnya (no. 194). Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam as-Sunnah libni Abi ‘Ashim (no. 17). Adapun tambahan (mutafarriqatun) diriwayatkan oleh Imam Ahmad (I/435).
  7. Muttafaq ‘alaih. HR. Al-Bukhari (no. 2652, 3651, 6429, 6658) dan Muslim (no. 2533 (212)) dan yang lainnya dari Shahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu. Hadits ini mutawatir sebagaimana telah ditegaskan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Ishaabah (I/12), al-Munawy dalam Faidhul Qadir (III/478) serta disetujui oleh al-Kattaany dalam kitab Nadhmul Mu-tanatsir (hal 127). Lihat Limadza Ikhtartu al-Manhajas Salafy (hal. 87).
  8. Limadza Ikhtartu al-Manhajas Salafy (hal. 86-87).
  9. HR. Ahmad (I/379), dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir (no. 3600). Lihat Majma’uz Zawaa-id (I/177-178).
  10. HR. Ahmad (IV/126-127), Abu Dawud (no. 4607) dan at-Tirmidzi (no. 2676), ad-Darimy (I/44), al-Baghawy dalam kitabnya Syarhus Sunnah (I/205), al-Hakim (I/95-96), dishahihkan dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi, dan Syaikh al-Albany juga menshahihkannya.
  11. HR. Abu Dawud (no. 4597), Ahmad (IV/102), al-Hakim (I/128), ad-Darimy (II/241), al-Ajury dalam asy-Syari’ah, al-Laalikai dalam as-Sunnah (I/113 no. 150). Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu anhuma. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan hadits ini shahih masyhur. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahaadits ash-Shahiihah (no. 203, 204).
  12. HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr, dan dihasankan oleh Syaikh al-Albany dalam Shahiihul Jami’ (no. 5343). Lihat Dar-ul Irtiyaab ‘an Hadits ma Ana ‘Alaihi wa Ashhabii oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly, cet. Daarul Raayah, 1410 H.
  13. Dikeluarkan oleh Imam Waki’ dalam kitabnya, az-Zuhud, Imam Ahmad, ad-Darimy dalam Sunannya; Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/96 no. 104).
  14. Dikeluarkan oleh Ibnu ‘Abdil Baar dalam kitabnya Jami’ul Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlih (II/947 no. 1810), tahqiq: Abul Asybal.
  15. Syarh Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/174 no. 315).
  16. Imam al-Ajurry dalam as-Syari’ah (I/445 no. 127) dishahihkan oleh Syaikh al-Albany dalam Mukhtashar al-‘Uluw lil Imam adz-Dzahaby (hal. 138), Siyar A’laamin Nubalaa’ (VII/120).
  17. HR. Ad-Darimy (I/54), Ibnu Baththah dalam al-Ibanah ‘an Syari’atil Firqatin Najiyah (I/356 no. 242). Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah oleh al-Laalikaiy (I/98 no. 109).
  18. Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama‘ah oleh al-Laalikai (I/175-185 no. 317).
  19. Lihat Syarhus Sunnah lil Imam al-Barbahary, tahqiq Khalid bin Qasim ar-Raddady (point 1-5, hal. 59-60).
  20. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap yang bid’ah adalah sesat dan setiap yang sesat tempatnya di dalam Neraka.” (HR. Nasa’i III/188 dan al-Baihaqy dalam Asma’ wa Shifat, dari hadits Jabir yang di-shahihkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam al-Fatawa al-Kubra III/163).
  21. Dikeluarkan oleh Ibnu Baththah dalam al-Ibanah al-Kubra (162) dari jalan al-Auza’i bahwa ‘Umar Radhiyallahu anhu menyampaikan kepadanya namun sanadnya munqathi’. Dan al-Mawarzi mengeluarkan dalam as-Sunnah (95) dari ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, ia berkata, “Setelah datang Sunnah tidak ada alasan bagi siapa pun untuk melakukan suatu kesesatan, sementara hal itu dianggap petunjuk.” (Lihat Syarhus Sunnah hal. 60).
  22. Ini tidak secara mutlak, sebab kufur tidak bisa dituduhkan kepada orang per orang, kecuali telah nyata-nyata melakukan kekufuran sementara tidak ada penghalang untuk dikafirkan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa (XII/487) berkata, “Meng-kafirkan orang memiliki beberapa syarat dan penghalangnya yang mungkin tidak ada pada seseorang, sebab mengkafirkan secara umum tidak melazimkan takfir secara orang per orang kecuali setelah memenuhi syarat dan tidak ada penghalangnya.”
  23. Lihat Ighatsatul Lahfaan min Mashaayidhisy Syaitan (hal. 313) oleh Ibnul Qayyim, tahqiq Khalid ‘Abdul Latiif as-Sab’il ‘Alamiy, cet. Daarul Kitab al-‘Araby, 1422 H; Sittu Durar min Ushuuli Ahlil Atsar (hal. 73) oleh ‘Abdul Malik bin Ahmad Ramadhany.
  24. Dinukil dan diringkas dari kitab at-Ta’liiqaat as-Saniyyah Syarah Ushuulud Da’wah as-Salafiyyah (hal. 23-24, 31-32) oleh Muhaddits al-‘Allamah Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah, disusun oleh ‘Amr ‘Abdul Mun’im Salim.

Comments

Popular posts from this blog

Fidyah: Pengertian, Hukum, dan Ketetuannya Di Dalam Puasa
Allah telah menurunkan kewajiban puasa kepada NabiNya yang mulia pada tahun kedua Hijriyah. Puasa pertama kali diwajibkan dengan takhyir (bersifat pilihan). Barangsiapa yang mau, maka dia berpuasa. Dan barangsiapa yang berkehendak, maka dia tidak berpuasa, akan tetapi dia membayar fidyah. Kemudian hukum tersebut dihapus, dan bagi seluruh orang beriman yang menjumpai bulan Ramadhan diperintahkan untuk berpuasa. Pada zaman sekarang ini, ada sebagian orang yang beranggapan, bahwa seseorang boleh tidak berpuasa meskipun sama sekali tidak ada udzur, asalkan dia mengganti dengan membayar fidyah. Jelas hal ini tidak dibenarkan dalam agama kita.
Jual Beli Yang Diharamkan
Dalam ajaran Islam, prinsip jual beli tidak hanya dilandasi oleh keuntungan materi, tetapi juga mempertimbangkan etika dan moralitas. Ada berbagai bentuk jual beli yang dinilai tidak sesuai dengan hukum syariah karena melibatkan kecurangan, ketidakadilan, atau pelanggaran terhadap aturan agama. Praktik-praktik seperti riba, penipuan, judi, serta penjualan barang haram seperti khamar dan babi, semuanya dilarang karena berdampak negatif pada individu maupun masyarakat. Larangan ini bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil, transparan, dan penuh berkah, sehingga hubungan antara penjual dan pembeli dapat berjalan dengan harmonis sesuai nilai-nilai Islam.
Kitab Shalat: Kedudukan Shalat dalam Islam
Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Shalallhu’alaihi wa sallam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shalallhu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan -Nya. Amma Ba’du. Islam telah mengagungkan kedudukan shalat, menempatkannya dalam posisi yang mulia dan meninggikan derajatnya, dia adalah rukun Islam yang paling agung setelah dua kalimat syahadat.
Alasan Di Balik Bergesernya Perbankan Dunia Ke Syariah
LONDON (Berita SuaraMedia) – Peraturannya sederhana saja, tidak ada transaksi yang berkaitan dengan alkohol, pornografi, atau apapun yang merusak moral digabungkan dengan peniadaan bunga, maka itulah landasan dari sistem keuangan Islam, yang mampu tetap bertahan ditengah kian runtuhnya keadaan perekonomian dunia, sebaliknya, bank-bank Islam memiliki peluang untuk terus berkembang.
Kunci Rezeki dan Sebab Datangnya
Rezeki adalah anugerah dari Allah yang senantiasa dicari oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tidak semua orang memahami bahwa rezeki tidak hanya datang melalui usaha fisik semata, melainkan juga dipengaruhi oleh amalan dan sikap hati yang benar. Dalam ajaran Islam, terdapat kunci-kunci yang dapat membuka pintu rezeki serta sebab-sebab yang mendatangkannya. Faktor-faktor ini meliputi hubungan yang erat dengan Allah melalui ibadah, istighfar, dan doa, serta tindakan menjauhi maksiat dan menjaga ketakwaan. Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang kunci-kunci rezeki tersebut serta hikmah di balik sebab-sebab datangnya rezeki yang penuh berkah.
Kitab Shalat: Sujud Sahwi
Sujud Sahwi adalah salah satu bentuk ibadah dalam agama Islam yang dilakukan sebagai penutup kekurangan atau kesalahan yang tidak disengaja dalam pelaksanaan salat. Ibadah ini berupa dua kali sujud yang dilakukan setelah salam atau sebelumnya, tergantung pada kondisi tertentu. Allah mensyariatkan Sujud Sahwi sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada umat manusia, mengingat sifat lupa dan khilaf yang melekat pada diri manusia. Sujud ini membantu menyempurnakan salat dan menjaga kekhusyukan ibadah, sehingga setiap Muslim dapat menjalankan kewajiban agamanya dengan lebih sempurna dan diterima oleh Allah.