Azas Islam Adalah Tauhid Dan Menjauhkan Syirik

Azas Islam Adalah Tauhid Dan Menjauhkan Syirik

Azas utama dalam Islam adalah tauhid, yaitu keyakinan akan keesaan Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang patut disembah dan diyakini. Tauhid merupakan landasan fundamental bagi seluruh ajaran Islam dan menjadi inti dari keimanan seorang Muslim. Melalui tauhid, umat Islam diajarkan untuk meyakini bahwa Allah SWT adalah pencipta, pemelihara, dan pengatur alam semesta. Selain meneguhkan tauhid, Islam juga mengajarkan untuk menjauhkan diri dari syirik. Syirik adalah tindakan menyekutukan Allah dengan sesuatu selain-Nya, baik itu dalam bentuk penyembahan, keyakinan, atau perbuatan.

Setiap muslim wajib mentauhidkan Allah Azza wa Jalla dan meninggalkan segala bentuk kesyirikan. Seorang muslim juga mesti mengetahui pengertian tauhid, makna syahadat, rukun syahadat dan syarat-syaratnya supaya ia benar-benar memahami tauhid. Kalimat tauhid bagi kaum muslimin, khususnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah kalimat yang sudah tidak asing lagi, karena tauhid bagi mereka adalah suatu ibadah yang wajib dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dan yang pertama kali didakwahkan sebelum yang lainnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sungguh, Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang Rasul (untuk menyeru) agar beribadah hanya kepada Allah saja (yaitu mentauhidkan-Nya) dan menjauhi thaghut…”
[QS. An-Nahl 16:36]

Tauhid menurut bahasa (etimologi) diambil dari kata: وَحَّدَ، يُوَحِّدُ، تَوْحِيْدًا artinya menjadikan sesuatu itu satu. Sedangkan menurut ilmu syar’i (terminologi), tauhid berarti mengesakan Allah Azza wa Jalla terhdap sesuatu yang khusus bagi-Nya, baik dalam Uluhiyyah, Rububiyyah, maupun Asma’ dan Sifat-Nya. Tauhid berarti beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla saja.







Oleh: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3]


Footnote
  1. Lihat juga Al-Mu’-minuun: 84-89, lihat juga ayat-ayat lain.
  2. Lihat QS. Yunus: 18, Az-Zumar: 3, 43-44.
  3. Disebutkan oleh Ibnu Katsir dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid, ‘Atha’, Ikrimah, asy-Sya’bi, Qatadah dan lainnya. Lihat Fat-hul Majiid Syarh Kitabit Tauhiid (hal. 39-40), tahqiq: Dr. Walid bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Furaiyan.
  4. Lihat Min Ushuuli ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah dan ‘Aqidatut Tauhiid (hal. 36) oleh Dr. Shalih al-Fauzan, Fat-hul Majiid Syarah Kitabut Tauhiid dan al-Ushuul ats-Tsalaatsah (Tiga Landasan Utama).
  5. Lihat Taisirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan (hal. 60), cet. Mu-assasah ar-Risalah, 1417 H.
  6. Lihat Al-Qur-an pada surat al-A’raaf ayat 65, 73 dan 85.
  7. Diriwayatkan oleh Imam Abu Bakar al-Khallal dalam Kitabus Sunnah, al-Laalikai (no. 930). Sanadnya shahih, lihat Fatwa Hamawiyah Kubra (hal. 303, cet. I, th. 1419 H) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq: Hamd bin ‘Abdil Muhsin at-Tuwaijiry, Mukhtashar al-‘Uluw lil ‘Aliyil Ghaffar (hal. 142 no. 134).
  8. Lihat Lum’atul I’tiqaad oleh Imam Ibnul Qudamah al-Maqdisy, syarah oleh Syaikh Muhammad Shalih bin al-‘Utsaimin (hal. 36).
  9. Tahrif atau ta’wil yaitu merubah lafazh Nama dan Sifat, atau merubah maknanya, atau menyelewengkan dari makna yang sebenarnya.
  10. Ta’thil yaitu menghilangkan dan menafikan Sifat-Sifat Allah atau mengingkari seluruh atau sebagian Sifat-Sifat Allah Azza wa Jalla. Perbedaan antara tahrif dan ta’thil ialah, bahwa ta’thil itu mengingkari atau menafikan makna yang sebenarnya yang dikandung oleh suatu nash dari al-Qur-an atau hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan tahrif ialah, merubah lafazh atau makna, dari makna yang sebenarnya yang terkandung dalam nash tersebut.
  11. Takyiif adalah menerangkan keadaan yang ada padanya sifat atau mempertanyakan: “Bagaimana Sifat Allah itu?” Atau menentukan hakikat dari Sifat Allah, seperti menanyakan: “Bagaimana Allah bersemayam?” Dan yang sepertinya adalah tidak boleh bertanya tentang kaifiyat Sifat Allah karena berbicara tentang sifat sama juga berbicara tentang dzat. Sebagaimana Allah Azza wa Jalla mempunyai Dzat yang kita tidak mengetahui kaifiyatnya. Dan hanya Allah yang mengetahui dan kita wajib mengimani tentang hakikat maknanya.
  12. Tamtsiil sama dengan tasybiih, yaitu mempersamakan atau menyeru-pakan Sifat Allah Azza wa Jalla dengan sifat makhluk-Nya. Lihat Syarah al-‘Aqiidah al-Waasithiyyah (I/86-100) oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Syarah al-‘Aqiidah al-Waasithiyyah (hal 66-69) oleh Syaikh Muhammad Khalil Hirras, tahqiq ‘Alawiy as-Saqqaf, at-Tanbiihaat al-Lathiifah ‘ala Mahtawat ‘alaihil ‘Aqiidah al-Waasi-thiyyah (hal 15-18) oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, tahqiq Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz, al-Kawaasyif al-Jaliyyah ‘an Ma’anil Wasithiyah (hal. 86-94) oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz as-Salman.
  13. Lihat Minhajus Sunnah (II/111, 523) tahqiq DR. Muhammad Rasyad Salim.
  14. Lihat ‘Aqiidatut Tauhiid oleh Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah al-Fauzan (hal. 39-40)
  15. HR. Muslim (no. 26) dari Shahabat ‘Utsman Radhiyallahu ‘anhu
  16. HR. Muslim (no. 27) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
  17. HR. Muslim (no. 31) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
  18. HR. Al-Bukhari secara mu’allaq dan pasti. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Riwayat ini dimaushulkan (disambungkan) oleh Imam ath-Thabrani, dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud, dengan sanad yang shahih.” (Fat-hul Baari (I/48)).
  19. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fat-hul Baari (I/48) menyatakan bahwa sanadnya shahih.
  20. HR. Al-Bukhari (no. 99, 6570) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
  21. HR. Al-Bukhari (no. 128) dan Muslim (no. 32) dari hadits Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu.
  22. HR. Al-Bukhari (no. 16, 21, 6041) dan Muslim (no. 43 (67)) dari Shahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, dan lafazh ini milik Muslim.
  23. 'Aqiidatut Tauhiid (hal. 44).
  24. Lihat Syarh al-Ushuul ats-Tsalaatsah oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin v (hal. 75).

Comments

Popular posts from this blog

Fidyah: Pengertian, Hukum, dan Ketetuannya Di Dalam Puasa
Allah telah menurunkan kewajiban puasa kepada NabiNya yang mulia pada tahun kedua Hijriyah. Puasa pertama kali diwajibkan dengan takhyir (bersifat pilihan). Barangsiapa yang mau, maka dia berpuasa. Dan barangsiapa yang berkehendak, maka dia tidak berpuasa, akan tetapi dia membayar fidyah. Kemudian hukum tersebut dihapus, dan bagi seluruh orang beriman yang menjumpai bulan Ramadhan diperintahkan untuk berpuasa. Pada zaman sekarang ini, ada sebagian orang yang beranggapan, bahwa seseorang boleh tidak berpuasa meskipun sama sekali tidak ada udzur, asalkan dia mengganti dengan membayar fidyah. Jelas hal ini tidak dibenarkan dalam agama kita.
Jual Beli Yang Diharamkan
Dalam ajaran Islam, prinsip jual beli tidak hanya dilandasi oleh keuntungan materi, tetapi juga mempertimbangkan etika dan moralitas. Ada berbagai bentuk jual beli yang dinilai tidak sesuai dengan hukum syariah karena melibatkan kecurangan, ketidakadilan, atau pelanggaran terhadap aturan agama. Praktik-praktik seperti riba, penipuan, judi, serta penjualan barang haram seperti khamar dan babi, semuanya dilarang karena berdampak negatif pada individu maupun masyarakat. Larangan ini bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil, transparan, dan penuh berkah, sehingga hubungan antara penjual dan pembeli dapat berjalan dengan harmonis sesuai nilai-nilai Islam.
Kitab Shalat: Kedudukan Shalat dalam Islam
Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Shalallhu’alaihi wa sallam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shalallhu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan -Nya. Amma Ba’du. Islam telah mengagungkan kedudukan shalat, menempatkannya dalam posisi yang mulia dan meninggikan derajatnya, dia adalah rukun Islam yang paling agung setelah dua kalimat syahadat.
Alasan Di Balik Bergesernya Perbankan Dunia Ke Syariah
LONDON (Berita SuaraMedia) – Peraturannya sederhana saja, tidak ada transaksi yang berkaitan dengan alkohol, pornografi, atau apapun yang merusak moral digabungkan dengan peniadaan bunga, maka itulah landasan dari sistem keuangan Islam, yang mampu tetap bertahan ditengah kian runtuhnya keadaan perekonomian dunia, sebaliknya, bank-bank Islam memiliki peluang untuk terus berkembang.
Kunci Rezeki dan Sebab Datangnya
Rezeki adalah anugerah dari Allah yang senantiasa dicari oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tidak semua orang memahami bahwa rezeki tidak hanya datang melalui usaha fisik semata, melainkan juga dipengaruhi oleh amalan dan sikap hati yang benar. Dalam ajaran Islam, terdapat kunci-kunci yang dapat membuka pintu rezeki serta sebab-sebab yang mendatangkannya. Faktor-faktor ini meliputi hubungan yang erat dengan Allah melalui ibadah, istighfar, dan doa, serta tindakan menjauhi maksiat dan menjaga ketakwaan. Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang kunci-kunci rezeki tersebut serta hikmah di balik sebab-sebab datangnya rezeki yang penuh berkah.
Kitab Shalat: Sujud Sahwi
Sujud Sahwi adalah salah satu bentuk ibadah dalam agama Islam yang dilakukan sebagai penutup kekurangan atau kesalahan yang tidak disengaja dalam pelaksanaan salat. Ibadah ini berupa dua kali sujud yang dilakukan setelah salam atau sebelumnya, tergantung pada kondisi tertentu. Allah mensyariatkan Sujud Sahwi sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada umat manusia, mengingat sifat lupa dan khilaf yang melekat pada diri manusia. Sujud ini membantu menyempurnakan salat dan menjaga kekhusyukan ibadah, sehingga setiap Muslim dapat menjalankan kewajiban agamanya dengan lebih sempurna dan diterima oleh Allah.