QA: Hukum Bershampo dan Mandi Wajib (Junub) Orang yang Luka di Kepala

Bershampo dan Mandi Wajib Orang yang Luka di Kepala

Dalam praktiknya, Ilmu Fiqih mencakup penjelasan detail tentang bagaimana melaksanakan berbagai ibadah dan transaksi, menjaga kebersihan dan kesucian diri, serta berinteraksi dengan sesama manusia. Fiqih juga membantu umat Muslim dalam menyelesaikan masalah-masalah kontemporer dengan menggunakan metode ijtihad, yaitu usaha maksimal para ulama untuk memutuskan hukum berdasarkan sumber-sumber syariah. Berikut ini tanya-jawab serta penjelasan seputar Hukum bershampo dan mandi wajib (junub) bagi orang yang luka di kepala.

Bershampo Saat Mandi Wajib (Junub)[1]

Pertanyaan:
Kepada redaksi Majalah As-Sunnah,saya punya pertanyaan sebagai berikut:

  • Bolehkah menggunakan sabun dan shampo ketika mandi junub, dengan tujuan agar lebih bersih Dan untuk membantu agar yakin air telah merata ke seluruh bagian tubuh?
  • Sah kah mandi seseorang jika hanya berniat mandi junub kemudian meratakan air ke seluruh rambut dan kulit, layaknya mandi biasa, tanpa berwudhu terlebih dahulu, namun dengan niat menghilangkan hadast besar?

Demikian pertanyaan saya, mohon jawabannya.terima kasih,Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jawaban:

Mandi junub dengan menggunakan sabun dan shampo agar lebih bersih dan merata ke seluruh tubuh diperbolehkan dalam syari’at bahkan bisa menjadi sunnah, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mandi sering menggunakan sidr (daun bidara). Apalagi tujuannya itu agar lebih bersih dan wangi, maka itu lebih dianjurkan lagi, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  menyukai kebersihan dan menyukai wewangian. Dan yang terpenting, penggunaan sabun dan shampoo tidak bertentangan dengan syari’at mandi junub.

Mandi junub dengan meratakan air ke seluruh tubuh tanpa diawali dengan berwudhu’ itu juga sah. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma ketika beliau Radhiyallahu anhuma bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi junub. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :

إِنَّمَا يَكْفِيْكِ أَنْ تَحْثِي عَلَى رَأْسِكَ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ مِنْ مَاءٍ ثُمَّ تَفِيْضِيْ عَلَى سَائِرِ جَسَدِكِ مِنَ الْمَاءِ فَإِذَا أَنْتِ قَدْ طَهُرْتِ

Kamu cukup menuangkan air di atas kepalamu sebanyak tiga kali kemudian setelah itu menyirami seluruh badanmu dengan air, dengan demikian berarti kamu sudah suci. [HR. Imam Ahmad dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam shahihul jami’ no. 2385]

Dalam hadits ini tidak dijelaskan kewajiban berwudhu’ sebelum mandi. Berdasarkan ini diketahui bahwa berwudhu sebelum mandi itu hukumnya sunnah. Bahkan cara ini juga biasa dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena itu ketika beliau ditanya tentang tata cara mandi janabah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

أَمَّا أَنَا فَأُفِيضُ عَلَى رَأْسِى ثَلاَثًا

“Adapun aku, maka aku cukup menyiramkan air dari atas kepalaku sebanyak tiga kali”. [Muttafaqun ‘alaih]

Mandi Wajib (Junub) Bagi Orang Yang Luka di Kepala

Pertanyaan:

Ustadz, saya mau bertanya, bagaimana cara mandi besar orang yang kepalanya tidak boleh kena air karena baru selesai operasi akibat tumor otak dan sedang menjalani penyinaran ? Mohon jawabannya ! Jazâkumullâhu khairan.

Jawaban:

Pertama-tama kami berdo’a kepada Allâh Azza wa Jalla , semoga saudara yang tertimpa musibah ini segera diberi kesembuhan oleh Allâh Azza wa Jalla dan semoga saudara diberi kekuatan untuk bersabar. Selanjutnya, mengenai pertanyaan saudara, maka kami berpendapat bahwa keadaan yang saudara tanyakan merupakan salah satu diantara udzur (alasan) yang dibenarkan syari’at untuk tidak mandi. Karena ada dikhawatirkan, air dapat memperparah penyakit atau memperlambat kesembuhan dan bisa jadi membahayakan penderita.

Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan, “Menurut pendapat mayoritas Ulama, dalam (pelaksanaan) tayammum tidak disyaratkan kekhawatiran akan binasa. Bahkan orang yang (jika) wudhu menambah parah sakitnya atau memperlambat kesembuhan maka dia bertayammum. Demikian juga dalam puasa dan ihrâm (haji) dan orang yang sakit dengan sebab menggunakan air karena dingin, maka ia seperti orang yang sakit menurut pendapat mayoritas Ulama.[2] Oleh karena itu, orang yang khawatir sakit dan bahaya karena sakit, luka atau cuaca sangat dingin, maka diperbolehkan tayammum. Hal ini berdasarkan firman Allâh Azza wa Jalla:

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allâh adalah Maha Penyayang kepadamu.
[QS. an-Nisâ’/4:29]

Pemahaman ini pernah diamalkan oleh sahabat yang mulia ‘Amru bin Ash Radhiyallahu anhu ketika junub di hari yang sangat dingin. Dalam sebuah hadits yang beliau tuturkan sendiri:

احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ فِي غَزْوَةِ ذَاتِ السُّلَاسِلِ فَأَشْفَقْتُ إِنْ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلِكَ فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي الصُّبْحَ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي مَنَعَنِي مِنْ الِاغْتِسَالِ وَقُلْتُ إِنِّي سَمِعْتُ اللَّهَ يَقُولُ  وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا  فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا

Aku bermimpi “basah” pada satu malam yang dingin dalam peristiwa perang Dzât as-Salâsil, lalu aku khawatir akan binasa bila mandi. Oleh karena itu aku bertayammum. Kemudian aku shalat mengimamai para sahabatku shalat Shubuh. Lalu mereka menceritakan peristiwa ini kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Wahai ‘Amru, benarkan kamu shalat mengimami para sahabatmu dalam keadaan junub ?” Lalu aku menceritakan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam apa yang menghalangiku mandi dan aku katakan bahwa aku mendengar Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allâh adalah Maha Penyayang kepadamu.(an-Nisâ’/4:29). Lalu Rasûlullâh tertawa dan tidak mengucapkan sesuatu. [HR Ahmad dan Abu Daud dan dinilai shahih oleh syaikh al-Albâni dalam shahih sunan Abu daud no.323]

Demikian juga pernah terjadi satu peristiwa yang mengakibatkan hilangnya nyawa seorang penderita luka di kepala karena mandi wajib dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam marah besar lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa tayammum sudah cukup baginya sebagai ganti mandi wajib. Peristiwa ini diceritakan dalam hadits:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ خَرَجْنَا فِي سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلاً مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِي رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ هَلْ تَجِدُونَ لِي رُخْصَةً فِي التَّيَمُّمِ فَقَالُوا مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ قَتَلُوهُ قَتَلَهُمْ اللَّهُ أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ

Dari Jâbir Radhiyallahu anhu , beliau berkata, “Kami berangkat dalam satu perjalanan lalu seorang dari kami tertimpa batu dan melukai kepalanya. Kemudian orang itu mimpi “basah”  lalu ia bertanya kepada para sahabatnya, ‘Apakah kalian mendapatkan keringanan bagiku untuk tayammum ?” Mereka menjawab, “Kami memandang kamu tidak mendapatkan keringanan karena kamu mampu menggunakan air.” Lalu ia mandi kemudian meninggal. Ketika kami sampai dihadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, peristiwa tersebut diceritakan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau bersabda, “Mereka telah membunuhnya. Semoga Allâh membalas mereka. Tidakkah mereka bertanya jika tidak mengetahui ? Karena obat dari tidak tahu adalah bertanya. Sesungguhnya dia cukup bertayammum [HR Abu Daud dalam sunannya dan dinilai shahih oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîh al-Jâmi’ , no. 4362]


Oleh: Ustadz DR Muhammad Arifin Badri MA.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]


Footnote
  1. Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XVII/1434/2013M.
  2. Majmû’ Fatâwâ, 11/158.

Comments

Popular posts from this blog

Fidyah: Pengertian, Hukum, dan Ketetuannya Di Dalam Puasa
Allah telah menurunkan kewajiban puasa kepada NabiNya yang mulia pada tahun kedua Hijriyah. Puasa pertama kali diwajibkan dengan takhyir (bersifat pilihan). Barangsiapa yang mau, maka dia berpuasa. Dan barangsiapa yang berkehendak, maka dia tidak berpuasa, akan tetapi dia membayar fidyah. Kemudian hukum tersebut dihapus, dan bagi seluruh orang beriman yang menjumpai bulan Ramadhan diperintahkan untuk berpuasa. Pada zaman sekarang ini, ada sebagian orang yang beranggapan, bahwa seseorang boleh tidak berpuasa meskipun sama sekali tidak ada udzur, asalkan dia mengganti dengan membayar fidyah. Jelas hal ini tidak dibenarkan dalam agama kita.
Jual Beli Yang Diharamkan
Dalam ajaran Islam, prinsip jual beli tidak hanya dilandasi oleh keuntungan materi, tetapi juga mempertimbangkan etika dan moralitas. Ada berbagai bentuk jual beli yang dinilai tidak sesuai dengan hukum syariah karena melibatkan kecurangan, ketidakadilan, atau pelanggaran terhadap aturan agama. Praktik-praktik seperti riba, penipuan, judi, serta penjualan barang haram seperti khamar dan babi, semuanya dilarang karena berdampak negatif pada individu maupun masyarakat. Larangan ini bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil, transparan, dan penuh berkah, sehingga hubungan antara penjual dan pembeli dapat berjalan dengan harmonis sesuai nilai-nilai Islam.
Kitab Shalat: Kedudukan Shalat dalam Islam
Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Shalallhu’alaihi wa sallam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shalallhu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan -Nya. Amma Ba’du. Islam telah mengagungkan kedudukan shalat, menempatkannya dalam posisi yang mulia dan meninggikan derajatnya, dia adalah rukun Islam yang paling agung setelah dua kalimat syahadat.
Alasan Di Balik Bergesernya Perbankan Dunia Ke Syariah
LONDON (Berita SuaraMedia) – Peraturannya sederhana saja, tidak ada transaksi yang berkaitan dengan alkohol, pornografi, atau apapun yang merusak moral digabungkan dengan peniadaan bunga, maka itulah landasan dari sistem keuangan Islam, yang mampu tetap bertahan ditengah kian runtuhnya keadaan perekonomian dunia, sebaliknya, bank-bank Islam memiliki peluang untuk terus berkembang.
Kunci Rezeki dan Sebab Datangnya
Rezeki adalah anugerah dari Allah yang senantiasa dicari oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tidak semua orang memahami bahwa rezeki tidak hanya datang melalui usaha fisik semata, melainkan juga dipengaruhi oleh amalan dan sikap hati yang benar. Dalam ajaran Islam, terdapat kunci-kunci yang dapat membuka pintu rezeki serta sebab-sebab yang mendatangkannya. Faktor-faktor ini meliputi hubungan yang erat dengan Allah melalui ibadah, istighfar, dan doa, serta tindakan menjauhi maksiat dan menjaga ketakwaan. Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang kunci-kunci rezeki tersebut serta hikmah di balik sebab-sebab datangnya rezeki yang penuh berkah.
Kitab Shalat: Sujud Sahwi
Sujud Sahwi adalah salah satu bentuk ibadah dalam agama Islam yang dilakukan sebagai penutup kekurangan atau kesalahan yang tidak disengaja dalam pelaksanaan salat. Ibadah ini berupa dua kali sujud yang dilakukan setelah salam atau sebelumnya, tergantung pada kondisi tertentu. Allah mensyariatkan Sujud Sahwi sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada umat manusia, mengingat sifat lupa dan khilaf yang melekat pada diri manusia. Sujud ini membantu menyempurnakan salat dan menjaga kekhusyukan ibadah, sehingga setiap Muslim dapat menjalankan kewajiban agamanya dengan lebih sempurna dan diterima oleh Allah.