
Saham dan surat berharga (obligasi) adalah dua jenis instrumen keuangan yang memiliki karakteristik dan fungsi yang berbeda dalam dunia investasi. Saham merupakan bukti kepemilikan atas sebagian modal suatu perusahaan, yang memungkinkan pemiliknya untuk mendapatkan hak suara dalam rapat pemegang saham dan berpotensi menerima dividen apabila perusahaan mencetak keuntungan. Di sisi lain, obligasi adalah bentuk pinjaman yang diberikan oleh investor kepada penerbit obligasi, seperti pemerintah atau perusahaan, dengan imbalan bunga yang tetap selama periode tertentu hingga jatuh tempo.
Perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada sifat kepemilikan dan risiko yang ditanggung oleh investor, sehingga penting bagi individu untuk memahami karakteristik unik dari masing-masing instrumen sebelum memilih strategi investasi yang sesuai.
Pertanyaan:
Kami mengetahui bahwa saham wajib dikeluarkan zakatnya, maka apakah surat-surat berharga juga ada zakatnya?, dan bagaimana cara menghitung zakatnya?
Jawaban:
Adapun zakatnya saham telah dijelaskan sebelumnya pada QA: Rincian Pendapat Tentang Zakatnya Saham dengan rinci, bahwa sebagian saham wajib dibayarkan zakatnya, dan sebagian lainnya tidak wajib dizakati. Sedangkan surat-surat berharga adalah bukan saham. Definisinya adalah perjanjian yang tertulis dengan sejumlah uang tertentu sebagai piutang bagi yang membawanya, pada tanggal tertentu yang serupa dengan manfaat yang ditangguhkan. Sedangkan saham adalah hak yang menjadi bagian patner (dalam bisnis) pada modal dari perusahaan saham. Dari kedua defiisi di atas menjadi jelas perbedaan antara saham dan surat berharga.
Perbedaan antara saham dan surat berharga.
Saham itu merupakan bagian dari perusahaan dalam arti bahwa pemiliknya adalah bagian dari patner dalam bisnis, adapun surat berharga merupakan piutang perusahaan dalam arti bahwa pemiliknya adalah yang meminjamkan uang.
Atas dasar itulah, pemilik saham tidak mendapatkan keuntungan, kecuali jika perusahaan mendapatkan keuntungan, adapun pemilik surat berharga tetap akan menerima bunga (keuntungan) rutin setiap tahunnya baik perusahaan sedang untung atau sebaliknya.
Atas dasar itu juga, jika perusahaan rugi, pemilik saham ikut menanggung sebagian dari kerugian tersebut sesuai dengan jumlah saham yang ikut sertakan; karena dia adalah patner juga dan sebagai pemilik dari sebagian saham tersebut, maka dia juga harus menanggung sebagian kerugiannya. Adapun pemilik surat berharga dia tidak menanggung kerugian yang dialami oleh perusahaan; karena dia bukan patner di dalamnya, akan tetapi posisinya adalah sebagai peminjam uang, timbal baliknya dia juga mendapatkan bunga yang disepakatii sebelumnya, baik perusahaan sedang untung atau sedang rugi.
Baca Juga:
Hukum bertransaksi dengan surat berharga.
Bertransaksi dengan surat berharga adalah haram hukumnya; karena bentuknya adalah pinjaman dengan bunga yang telah disepakati sebelumnya, seperti itulah makna dari pada riba yang telah diharamkan dan diperingatkan oleh Allah –subhanahu wa ta’ala-:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنْ الرِّبَا إِنْ كُنتُمْ مُؤْمِنِينَ * فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنْ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.
[QS. Al Baqarah/2: 278-279]
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam Bersabda:
وقد لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ. وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ . رواه مسلم
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah melaknat pemakan riba, yang memberikannya, penulis dan kedua saksinya, dan beliau bersabda: “Mereka semua sama”. [HR. Muslim: 2995]
Disebutkan dalam Muktamar Kedua Bank Syari’ah di Kuwait pada tahun 1403 H. / 1983 M: “Bahwa yang dimaksud dengan bunga (manfaat) menurut istilah para ekonom dari barat dan yang mengikuti mereka adalah riba itu sendiri yang hukumya haram menurut syari’at”. (Majallah Mujtama’ Al Fiqhi: 4/1/732).
Zakat surat-surat berharga.
Meskipun bertransaksi dengan surat berharga tersebut hukumnya haram, namun tetap diwajibkan berzakat; karena dianggap hutang bagi pemiliknya. Hutang yang diharapkan bisa kembali wajib dikeluarkan zakatnya menurut jumhur ulama, maka zakatnya dihitung setiap tahunnya, akan tetapi dia tidak wajib membayarkannya kecuali jika dia telah menerima seharga surat hutang tersebut, sedangkan bunga yang diambil dari transaksi surat berharga tersebut merupakan harta yang buruk dan haram. Diwajibkan baginya untuk membebaskan diri darinya untuk sisi kebaikan lainnya”. Banyaknya zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5 %.
Disalin dari: islamqa.info
Comments
Post a Comment